Senin, 31 Mei 2010

10 tips Memaksimalkan TEKS sebagai pesan visual yang EFEKTIF



Bicara desain grafis, maka tidak lepas dari yang namanya komunikasi alias penyampaian pesan melalui visual. Komunikasi adalah faktor penting dalam desain grafis, selain estetika alias seni dalam menyajikan pesan visual tersebut.

Dalam komunikasi visual, teks memegang peranan yang vital. Penggunaan teks dalam penyampaian pesan sangat efektif karena kemampuan teks dalam menyampaikan pesan secara rinci dan lebih detail.

Namun begitu, terkadang tidak selamanya penyampaian pesan melalui teks dapat seefektif yang diharapkan. Beberapa kesalahan fatal justru membuat kesan yang tidak baik dan mengaburkan isi pesan.

Berikut beberapa tips dari DesainStudio tentang bagaimana cara yang baik dalam meramu teks menjadi sarana penyampaian pesan yang efektif melalui desain visual.


1. Memilih Font/Jenis Huruf yang Tepat

Setiap font mempunyai ciri khas tersendiri yang berfungsi menyuarakan pesan dengan karakter tersendiri pula. COntoh : Jika pesan yang disampaikan ingin tampil elegan dan terkesan profesional, maka font yang digunakan juga jenis font yang tegas, bersih dan elegan. Sebaliknya, jangan gunakan font-font yang memiliki karakter fun, ceria, dan kekanak-kanakan untuk pesan semacam ini.



2. Fokus Pesan

Desainer grafis dituntut untuk mampu membimbing pembaca dengan baik. Oleh karena itu, dalam meramu teks sebagai pesan visual, sebaiknya pilah dulu jenis-jenis pesan yang ingin disampaikan. Biarkan pembaca dengan mudah mengenali apa yang seharusnya dibaca lebih dahulu dan apa yang akan dibaca setelahnya.



3. Memperhatikan Grid

Perhatikan dengan baik grid antar satu bagian teks dengan yang lain. Jangan biarkan terlihat berantakan dan tidak profesional sehingga tidak menarik perhatian.



4. Terlalu Banyak Font


Tetap gunakan maksimal 2 atau 3 font dalam sebuah desain. Jangan gunakan terlalu banyak font. Karena, selain akan kelihatan berantakan, ini juga dapat mengaburkan isi pesan sehingga tujuan dari pesan tidak akan tersampaikan dengan baik



5. Kerning

Kerning adalah jarak antar huruf. Berikan jarak yang cukup antar huruf, jangan terlalu dekat dan jangan pula terlalu jauh.



6. Proporsional Bentuk Teks


Setiap font sudah dirancang sedemikian rupa dengan memperhitungkan berbagai hal. Jangan sembarangan mengutak atik sebuah font seperti merubah proporsional bentuknya dan menarik-narik font dengan sembarang.



7. Perhatikan Kontras


Menjaga kontras antara teks dengan background adalah suatu hal yang dapat membuat pesan lebih mudah sampai ke pembaca visual. Kontras yang tidak baik tidak hanya membuat teks tidak terbaca, tapi juga membuat mata sakit. Sedikit informasi : Pembaca visual sangat benci dengan hal yang seperti ini.



8. Lebar Paragraf

Jangan biarkan pembaca menggelengkan kepala sedemikian jauh untuk membaca baris perbaris isi pesan. Selain capek (tentu saja), Pembaca akan kehilangan fokus terhadap baris yang dibacanya.



9. White Space

White space adalah ruang kosong yang berfungsi memberikan penekanan terhadap pesan yang ada didalamnya. Berikan sedikit margin atau ruang disekitar teks. Hal ini sangat bagus untuk membuat pesan tampak elegan dan memberi fokus yang baik kepada pesan. Selain itu, desain juga tidak tampak penuh sesak. Ingat! semakin penuh, maka pembaca akan semakin menjauh.



10. Pilih Font yang mudah dibaca

Mulai sekarang, berhenti menebar pesona dengan meletakkan font-font yang unik dan aneh kepada desain anda. Karena memang bukan itu tujuan dari desain. Kita ingin berkomunikasi, menyampaikan pesan hingga sampai kepada konsumen. Font yang sulit dibaca walah aneh sedemikian rupa akan membuat pembaca menjauh. Bayangkan jika ada sebuah baliho dipinggir jalan. Pembacanya pastilah pengguna jalan yang akan membacanya sekali lintas, mereka tidak punya waktu untuk mendekat ke baliho dan mengejanya satu persatu. Ingat! pembaca visual itu sibuk bukan kepalang.. jadi pintar-pintarlah untuk mengakalinya. :D


Disadur dari : http://www.desainstudio.com/2010/04/10-tips-memaksimalkan-teks-sebagai.html

Prince of Persia : Sands of Time


Film Prince of Persia :  Sands of Time

 Pemain: Jake GyllenhaalGemma ArtertonGisli Orn GardarssonBen KingsleyAlfred Molina 
Konon, menurut legenda Persia, barang siapa memiliki sebuah jam pasir yang berisi Sands of Time (pasir waktu) akan mampu membalikkan waktu. Jam pasir ini adalah pemberian para dewa yang tak bisa dipergunakan sembarangan. Di tangan orang yang baik, jam pasir ini bisa mendatangkan kebaikan dan sebaliknya di tangan orang yang jahat maka kehancuran yang ditimbulkannya juga tidak terbayangkan.
Satu-satunya orang yang bisa mengeluarkan ‘pasir waktu’ ini dari dalam jam pasir adalah Dastan (Jake Gyllenhaal) yang memiliki Dagger of Time (belati waktu). Dastan, sang pangeran, bukanlah pria yang jahat namun dengan tipu daya sang wazir (Gisli Orn Gardarsson), Dastan akhirnya melepaskan ‘pasir waktu’ ini dan mengakibatkan kekacauan di mana-mana.
Seluruh kerajaan seketika musnah dan penghuninya berubah menjadi monster yang menakutkan. Kini keselamatan seluruh dunia berada di tangan Dastan. Ia harus berhasil mengembalikan ‘pasir waktu’ ini ke dalam jam pasir dan menghentikan kehancuran di muka bumi. Untungnya, Dastan sang pangeran tidak sendiri. Ada Putri Tamina (Gemma Arterton) yang bersedia membantunya dalam misi mulia ini.
Diambil dari Game Computer
Prince of Persia adalah sebuah permainan komputer yang dikembangkan olehJordan Mechner dari perusahaan perangkat lunak Brøderbund pada tahun 1989. Teknik animasi yang digunakan dalam permainan ini membuat tokohnya tampak bergerak dengan mulus saat berlari, berjalan, melompat, atau bermain pedang. Teknik animasi demikian, belum banyak digunakan dalam permainan komputer lain pada masa itu. Permainan ini dilatari suatu ceritera dan mengharuskan tokoh utamanya (Sang Pangeran, Prince, tokoh yang bisa digerakan oleh pemain dalam permainan ini) untuk berpetualang dalam menyelesaikan permasalahannya. Setelah generasi pertama yang terbit tahun 1989 tersebut, kemudian diikuti dengan beberapa seri selanjutnya dengan tokoh utama yang sama.

Jalan Cerita

Tokoh utamanya, Sang Pangeran (Prince), semula adalah seorang anak jalanan yang tinggal di jalan-jalan negeri Persia (sekarang Iran). Suatu saat dia bertemu dengan Puteri Sultan Persia (Princess). Ia sangat tertarik dengan kecantikan puteri tersebut yang bagai sinar bulan yang terbit dari surga. Sang puteri juga tampaknya membalascinta dari anak yang kelak akan menjadi pangeran tersebut.
Sampai suatu hari, Sultan Persia harus pergi berperang di suatu tempat yang jauh. Mengetahui sultannya pergi, Jaffar, salah seorang petinggi (Grand Vizier) di negeri tersebut, berupaya untuk merebut kekuasaan sultan bagi dirinya sendiri. Ia bahkan memaksa Sang Puteri agar mau menikahinya. Tetapi tentu saja Sang Puteri menolak lamaran Jaffar yang akan merebut kekuasaan ayahnya tersebut. Dengan kekuatansihirnya, Jaffar lantas memberikan ultimatum kepada puteri: Menikah dengannya atau kalau tidak ia akan mati dalam waktu satu jam. Tak ada yang dapat dilakukan puteri pada saat itu. Satu-satunya harapan yang dimilikinya adalah pada kekasihnya yang dapat menyelamatkannya.
Namun Sang Puteri tidak mengetahui bahwa kekasihnya pun sudah ditawan oleh Jaffar dalam sebuah penjara di bawah tanah. Penjara tersebut dijaga ketat oleh parasipir yang bersenjatakan pedang. Untuk dapat menyelamatkan puteri, sang calon pangeran harus bisa kabur dari penjara tersebut melalui jalan yang berliku-liku dan berbahaya, melompati jurang, memanjat dinding, melewati para penjaga, dan menghindari berbagai jebakan yang bisa membunuhnya saat itu juga.
Di sinilah permainan tersebut dimulai. Pemain harus menggerakan tokoh si calon pangeran tersebut berpetualang saat keluar dari penjara dalam upayanya untuk menyelamatkan puteri. Walaupun puteri tengah ditawan dan tidak berdaya, namun dalam suatu waktu ia masih bisa menolong dengan mengirimkan tikus putihpeliharaannya untuk membantu. Petualangan itu harus diselesaikan sesegera mungkin, tidak boleh lebih dari satu jam. Bila terlambat, maka puteri akan meninggal dunia dan permainan berakhir. Bila berhasil, maka menjelang akhir permainan tokoh tersebut akan bertemu langsung dengan Jaffar. Ia harus bisa mengalahkan Jaffar dalam sebuah permainan pedang agar ia bisa menyelamatkan puteri. Bila Jaffar terkalahkan, maka pengaruh sihirnya akan lenyap dan puteri bisa segera diselamatkan.
Setelah puteri terselamatkan dan Sultan kembali dari medan perang, sang pahlawan lantas menikah dengan sang puteri. Ia pun diangkat menjadi Pangeran Persia. Mereka pun hidup berbahagia, walau tidak untuk selamanya karena dalam seri selanjutnya dari permainan ini Jaffar kembali mengganggu ketentraman mereka.

Seri Permainan Prince of Persia

Beberapa seri permainan Prince of Persia yang bisa dijalankan di komputer (dengansistem operasi DOS atau Windows):
  • Prince of Persia (1989)
  • Prince of Persia 2: The Shadow and the Flame (1993)
  • Prince of Persia 3D (1999)
  • Prince of Persia: The Sands of Time (2003)
  • Prince of Persia: Warrior Within (2004)
  • Prince of Persia: The Two Thrones (2005)

Sejarah Singkat Awal Fotografi di Indonesia



Sejarah Singkat Awal Kehadiran Fotografi di Indonesia
Oleh : Galih Sedayu
Era masuknya fotografi di Indonesia dimulai pada tahun 1840 (setahun setelah fotografi ditemukan di Perancis tahun 1839 oleh Louis Jaques Mande Daquerre) yaitu tatkala seorang petugas medis Jurrian Munnich yang berasal dari negeri kincir angin memboyong fotografi untuk pertama kalinya di bumi pertiwi. Menurut Anneke Groeneveld yang tertuang dalam buku “Toekang Potret” (Fragment Uitgeverij, Amsterdam dan Museum voor Volkenkunde, Rotterdam, 1989), Jurrian Munnich diutus oleh Kementrian Urusan Wilayah Jajahan Belanda untuk merekam obyek di daerah Jawa Tengah. Sehingga sejarah akhirnya menulis bahwa “Kali Madioen” menjadi salah satu karya foto Munnich yang dianggap paling sukses pada saat itu (meski foto yang dibuatnya sangat kabur). Setelah itu penugasan diteruskan kepada Adolph Schaefer yang tiba di Batavia (saat ini bernama Jakarta) pada tahun 1844. Schaefer pun berhasil memotret obyek-obyek seperti foto patung Hindu-Jawa dan foto Candi Borobudur. Hingga hadirnya dua bersaudara kebangsaan Inggris yang bernama Albert Walter Woodbury dan James Page ke Tanah Air pada tahun 1857 menjadi titik terang dimulainya sejarah pendokumentasian Indonesia secara lengkap. Foto kenang-kenangan (carte de-visite) hasil rekaman Woodbury & Page seperti upacara-upacara tradisional, suku-suku pedalaman dan bangunan-bangunan kuno di Indonesia sangat digandrungi oleh para pelancong dari Eropa kala itu.
Pesona Indonesia makin mengilhami masyarakat dunia untuk singgah di Bumi Nusantara kita terutama setelah terbitnya novel “Max Havelaar” karya Multatuli pada tahun 1860. Sebut saja nama tokoh Franz Wilhem Junghun seorang ahli fisika yang membuat sekitar 200 foto tentang bunga dan bebatuan Indonesia sejak tahun 1860-1863. Lalu ada pula Isidore van Kinsbergen yang menggantikan tugas Adolf Schaefer untuk memotret seluruh benda kuno yang ada di Indonesia sejak tahun 1862. Berbicara tentang fotografer pribumi pertama yang merekam citra Indonesia, mau tidak mau tidak bisa lepas dari keberadaan seorang tokoh yang bernama Kassian Cephas. Kehadiran Kinsbergen di Jawa Tengah memikat ketertarikan Cephas untuk menekuni profesi fotografer. Sejak Cephas ditunjuk oleh Sultan Hamengkubuwono VII sebagai fotografer resmi keraton Yogjakarta pada tahun 1870, citra Indonesia yang mempesona seumpama tarian tradisional, upacara grebeg, situs-situs Hindu-Jawa kuno dan Candi Borobudur di Jawa Tengah pun menjadi jejak karyanya yang tak terlupakan. Misalnya saja buku tentang kehidupan keraton dan masyarakat jawa, “In den Kedaton te Jogjakarta, Oepatjara en Tooneeldansen” (Leiden, 1888) dan “De Wajang Orang Pregiwa in den Kedaton Jogjakarta” (Semarang, 1899) yang dibuat oleh Cephas bersama seorang ahli fisika, Isaac Groneman. Buah karya Cephas akhirnya memunculkan minat masyarakat pribumi untuk mempelajari dunia fotografi. Pada tahun 1893, Raden Ngabehi Basah Tirto Soebroto, seorang juru bahasa Jawa di Pengadilan Lanraad Batavia menerbitkan tutorial fotografi bahasa melayu “Hikajat Ilmoe Menggambar Photographie” (Soebroto, 1893). Hingga kini fotografi di Indonesia menjadi sebuah kitab peradaban cahaya bagi orang-orang yang tak pernah lelah untuk terus mengabadikan segala peristiwa yang kelak menjadi sejarah bangsa.

Senin, 24 Mei 2010

Blitz/Flash


Blitz/Flash Light 


Blitz atau Flash diterjemahkan secara bebas menjadi lampu kilat. Ini merupakan satu asesori yang sangat luas dipakai dalam dunia fotografi. Fungsi utamanya adalah untuk meng-illuminate (mencahayai/menerangi) obyek yang kekurangan cahaya agar terekspos dengan baik. Tetapi belakangan penggunaannya mulai meluas untuk menghasilkan foto-foto artistik. Artikel ini akan membahas dasar-dasar pengetahuan yang diperlukan untuk menggunakan flash dengan benar.
Menggunakan lampu kilat bukan hanya sekedar menyalakan flash, mengarahkan kamera kemudian klik dan jadilah satu foto yang terang, tetapi ada hal-hal yang perlu kita ketahui demi mendapat karya fotografi yang baik.
blitz dan GN (Guide Number)
Untuk membagi/mengklasifikasikan blitz, ada beberapa klasifikasi yang dapat digunakan. Yang pertama, berdasarkan ketersediaan dalam kamera maka blitzdibagi menjadi built-in flash dan eksternal. flash built-in berasal dari kameranya sendiri sedangkan blitz eksternal adalah blitz tambahan yang disambung menggunakan kabel atau hot shoe ke kamera. Selain itu, kita juga dapat membaginya berdasarkan tipe/merk kamera.
Kita mengenal dedicated flash dan non-dedicated flash. Dedicated flash adalah flashyang dibuat khusus untuk menggunakan fitur-fitur tertentu dalam suatu kamera spesifik. Biasanya produsen kamera mengeluarkan blitz yang spesifik juga untuk jajaran kameranya dan dapat menggunakan fitur-fitur seperti TTL, slow sync atau rear sync, dll. Sedangkan blitz non-dedicated memiliki fungsi-fungsi umum saja dari kebanyakan kamera dan bisa digunakan terlepas dari tipe/merk kamera. flash jenis inilah yang biasanya membutuhkan banyak perhitungan karena flash yang sudah dedicated sudah mendapat informasi pencahayaan dari kamera sehingga tidak membutuhkan setting tambahan lagi.
Ada juga flash yang kekuatan outputnya (GN) bisa diatur dan ada juga yang tidak bisa (fixed GN). Kita akan cenderung lebih banyak membicarakan tentang flash yang non-dedicated, non-TTL, dan fixed GN.
Dalam fotografi menggunakan blitz, kita tidak akan lepas dari kalkulasi-kalkulasi yang berkaitan dengan intensitas cahaya yang terefleksi balik dari obyek yang kita cahayai. Karena itu, kita akan berjumpa dengan apa yang sering disebut GN (Guide Number) atau kekuatan flash. Secara singkat kita dapat katakan kalau flashnya berkekuatan besar, maka akan dapat mencahayai satu obyek dengan lebih terang dan bisa menjangkau obyek yang lebih jauh.
GN pada dasarnya merupakan perhitungan sederhana kekuatan flash. Kita mengenal 2 macam penulisan GN yaitu dengan menggunakan perhitungan satuan yang berbeda yaitu m (meter) dan feet (kaki). Lazimnya di Indonesia kita menggunakan hitungan dengan m. Ini merupakan salah satu pertimbangan juga karena untuk flashdengan kekuatan sama, angka GN m dan feet berbeda jauh. Selain itu, umumnya GN ditulis untuk pemakaian film dengan ISO/ASA 100 dan sudut lebar (35mm/24mm/20mm).
GN merupakan hasil kali antara jarak dengan bukaan (f/ stop atau aperture) pada kondisi tertentu (ISO/ASA 100/35mm/m atau ISO/ASA 100/35mm/feet). Sebagai contoh, jika kita ingin menggunakan flash untuk memotret seseorang yang berdiri pada jarak 5m dari kita menggunakan lensa 35mm dan kita ingin menggunakan f/2.8 maka kita memerlukan flash ber-GN 14. Penghitungan yang biasa digunakan biasanya justru mencari aperture tepat untuk blitz tertentu. Misalnya, dengan blitz GN 28 maka untuk memotret obyek berjarak 5m tersebut kita akan menggunakan f/5.6.
GN ini hanya merupakan suatu panduan bagi fotografer. Bukan harga mati. Yang mempengaruhinya ada beberapa. Salah satunya adalah ISO/ASA yang digunakan. Setiap peningkatan 1 stop pada ISO/ASA akan menyebabkan GN bertambah sebesar sqrt(2) atau sekitar 1,4 kali (atau jarak terjauh dikali 1.4) dan peningkatan 2 stop pada ISO/ASA akan menyebabkan GN bertambah 2 kali (atau jarak terjauh dikali 2).

Indoor Flash
Blitz sering bahkan hampir selalu digunakan di dalam ruangan. Alasannya karena di dalam ruangan biasanya penerangan lampu agak kurang terang untuk menghasilkan foto yang bisa dilihat. Memang, ada teknik menggunakan slow shutter speed untuk menangkap cahaya lebih banyak, tapi biasanya hal ini menyebabkan gambar yang agak blur karena goyangan tangan kameraman maupun gerakan dari orang yang ingin kita foto. Karena itu, biasanya kita menggunakan blitz.
Penggunaannya biasanya sederhana. Kita bisa setting kamera digital di auto dan membiarkannya melakukan tugasnya atau bisa juga kita melakukan setting sendiri menggunakan perhitungan yang sudah dilakukan di atas. Tidak sulit. Hanya saja, ada beberapa hal perlu kita perhatikan agar mendapatkan hasil maksimal.
1. Jangan memotret obyek yang terlalu dekat dengan blitz yang dihadapkan tegak lurus. Ambil contoh dengan blitz GN 20 yang menurut saya cukup memadai sebagaiblitz eksternal bagi kamera digital dalam pemotretan indoor dalam ruangan (bukan aula). Jika kita ingin memotret sebutlah orang pada jarak 2 meter dengan ISO/ASA 200 maka kita membutuhkan f/16 yang tidak tersedia pada sebagian besar PDC dan akan menghasilkan gambar yang over. Karena itu, untuk PDC/DSLR biasanya sudah terdapat flash built-in yang TTL dan memiliki GN agak kecil (8-12 pada sebagian PDC, 12-14 pada DSLR). Gunakan itu daripada flash eksternal untuk obyek yang agak dekat.
2. Kombinasikan flash dengan slow shutter speed untuk mendapatkan obyek utama tercahayai dengan baik dan latar belakang yang memiliki sumber cahaya juga tertangkap dengan baik. Ini adalah suatu teknik yang patut dicoba dan seringkali menghasilkan gambar yang indah. Jangan takut menggunakan speed rendah karena obyek yang sudah dikenai flash akan terekam beku (freeze).
3. Bila ruangan agak gelap, waspadai terjadinya efek mata merah/red eye effect. Efek mata merah ini terjadi karena pupil mata yang membesar untuk membiasakan diri dengan cahaya yang agak gelap tetapi tiba-tiba dikejutkan cahaya yang sangat terang dari flash. Jika kamera dan/atau flash terdapat fasilitas pre-flash/red eye reduction, gunakan hal ini. Jika tidak, akali dengan mengubah sudut datangnya cahaya flashagar tidak langsung mengenai mata.
4. Dalam ruangan pun ada sumber cahaya yang kuat seperti spotlight. Hindari memotret dengan menghadap langsung ke sumber cahaya kuat tersebut kecuali ingin mendapatkan siluet yang tidak sempurna (kompensasi under 1 – 2 stop untuk siluet yang baik). Dalam kondisi demikian, gunakan flash untuk fill in/menerangi obyek yang ingin dipotret tersebut.

Bounce/Diffuse
Flash adalah sumber cahaya yang sangat kuat. Selain itu, flash adalah cahaya yang bersumber dari sumber cahaya yang kecil (sempit). Karenanya, bila cahaya ini dihadapkan langsung pada suatu obyek akan menyebabkan penerangan yang kasar (harsh). Dalam sebagian besar foto dokumentasi konsumsi pribadi dimana petugas dokumentasi menggunakan kamera point & shoot (film/digital) ini bisa diterima. Tetapi dalam tingkat yang lebih tinggi dimana hasil foto ini akan menjadi konsumsi umum, alur keras cahaya akan memberi efek yang kurang sedap dipandang. Ditambah lagi biasanya ini akan menyebabkan cahaya flash memutihkan benda yang sudah agak putih dan menyebabkan detail-detail tertentu lenyap.
Ada beberapa cara yang bisa kita lakukan untuk menghindari hal ini dalam artian melunakkan cahaya tersebut:
1. Memperluas bidang datang cahaya yaitu dengan memantulkannya ke bidang lain (bounce).
2. Menyebarkan cahaya yang datang dari sumber kecil tersebut sehingga meluas (diffuse).
Bounce flash dilakukan dengan cara memantulkan flash ke satu bidang yang luas sehingga cahaya datang dalam sudut yang lebih luas. Kita bisa menggunakan langit-langit atau dinding yang ada dalam ruangan. Jika flash eksternal yang terpasang pada kamera digital terhubung melalui hot shoe, maka flash tersebut harus memiliki fasilitas tilt untuk memantulkan cahayanya. Jika terpasang melalui kabel synchro, maka kita bisa memasang flash pada bracket dengan posisi sedikit menghadap ke atas/samping atau memegangnya dengan posisi demikian.
Posisi memantulkan yang tepat agar cahaya jatuh tepat pada obyek adalah dengan menghadapkan flash tersebut pada langit-langit di tengah fotografer/flash dan obyek.
Beberapa hal perlu kita perhatikan dalam memanfaatkan bounce flash ini adalah:
1. Jarak untuk menghitung f/stop berubah bukan menjadi jarak kamera dan obyek tetapi berubah menjadi jarak yang dilalui oleh cahaya flash tersebut. Normalnya pada sudut tilt 45° kita akan melebarkan aperture 1 stop dan pada sudut tilt 90° kita melebarkan aperture sebesar 2 stop. Tentunya ini hanya panduan ringkas. Pada pelaksanaan tergantung teknis di lapangan.
2. Berkaitan dengan no. 1 di atas, maka jarak langit-langit/dinding tidak boleh terlalu jauh atau akan jadi percuma.
3. Gunakan selalu bidang pantul berwarna putih dan tidak gelap. Warna selain putih akan menyebabkan foto terkontaminasi warna tersebut sedangkan warna gelap akan menyerap cahaya flash tersebut.
4. Perhatikan bisa terjadi kemunculan bayangan pada sisi lain cahaya. Misalnya jika kita memantulkan ke langit-langit maka kita akan mendapatkan bayangan di bawah hidung atau dagu dan jika kita memantulkan ke dinding di kiri maka akan ada bayangan di sebelah kanan. Untuk mengatasinya kita dapat menyelipkan sebuah bounce card di bagian depan flash tersebut sehingga ketika kita memantulkan cahaya ke atas/samping kita tetap memiliki cahaya yang tidak terlalu kuat yang mengarah ke depan dan menetralisir bayangan yang muncul.
Untuk mengambil foto secara vertical, akan mudah kalau kita menggunakan koneksi kabel karena kita dapat dengan mudah menghadapkan flash ke atas jika menggunakan bracket atau dipegang. Tetapi jika koneksi kita adalah hot shoe maka pastikan flash kita memiliki fasilitas swivel head sehingga dapat kita putar menghadap ke atas. Lebih bagus lagi jika kita memiliki flash yang dapat di-tilt dan swivel. Ini akan mengakomodasi sebagian besar kebutuhan kita.
Cara lain melunakkan cahaya adalah dengan memperluas dispersinya. Caranya gunakan flash diffuser. flash diffuser akan menyebarkan cahaya yang keluar dariflash ke segala arah sehingga cahaya yang keluar tidak keras. Umumnya tersedia diffuser khusus untuk flash tertentu mengingat head flash berbeda-beda. Dapat juga kita membuat sendiri diffuser untuk flash kita menggunakan bermacam-macam alat.
Ketika kita menggunakan diffuser, sebenarnya kita menghalangi area tertentu dari arah cahaya flash dan membelokkannya ke tempat lain. Ini mengurangi kekuatanflash yang kita gunakan tersebut. Jika diffuser yang kita gunakan adalah hasil beli, maka kita dapat membaca berapa kompensasi aperture yang kita perlukan ketika menghitung eksposur. Biasanya terdapat pada kotak atau kertas manual. Jika kita memutuskan membuat sendiri, maka kita bisa melakukan eksperimen berkali-kali agar mendapatkan angka yang pas untuk kompensasi yang diperlukan kali lainnya.

Outdoor flash
Sekilas jika kita berpikir tentang penggunaan flash, maka kita akan tahu kalau itu berlaku untuk suasana pemotretan yang kekurangan cahaya. Karenanya, kita umumnya tidak memikirkan tentang perlunya penggunaan flash pada pemotretan luar ruangan (siang hari, of course) karena sinar matahari sudah sangat terang. Di sinilah kesalahan kita dimulai. flash sangat dibutuhkan pada pemotretan outdoor, terutama pada:
  1. Kondisi obyek membelakangi matahari. Pada kondisi seperti ini, meter kamera akan mengira suasana sudah cukup terang sehingga akan menyebabkan obyek yang difoto tersebut gelap/under karena cahaya kuat tersebut percuma karena tidak direfleksikan oleh obyek. Cara mengakalinya adalah dengan melakukan fill in pada obyek sehingga walaupun latar sangat terang tetapi obyek tetap mendapat cahaya.
  2. Matahari berada di atas langit. Ini akan mengakibatkan muncul bayangan pada bawah hidung dan dagu. Gunakan flash untuk menghilangkannya. Untuk melembutkan cahayanya gunakan bounce card atau diffuser.
  3. Obyek berada pada open shade (bayangan). flash digunakan untuk mendapatkan pencahayaan yang sama pada keseluruhan obyek karena bayangan akan membuat gradasi gelap yang berbeda-beda pada bagian-bagian obyek apalagi wajah manusia.
  4. Langit sangat biru dan menggoda. Jika kita tidak tergoda oleh birunya langit dan rela mendapat foto langit putih ketika memotret outdoor maka silahkan lakukan metering pada obyek tanpa menggunakan flash atau dengan flash. Jika kita rela obyek kekurangan cahaya asalkan langit biru silahkan lakukan metering pada langit. Nah, jika kita ingin langit tetap biru sekaligus obyek tercahayai dengan baik, gunakan metering pada langit dan fill flash pada obyek. Ini akan menghasilkan perpaduan yang tepat dan pas.
  5. Langit mendung. Ketika langit mendung, jangan segan-segan gunakan flashkarena efek yang ditimbulkan awan mendung akan sama seperti jika kita berada di bawah bayangan.